Minggu, 21 Desember 2014

Permainan Masa Kecilku

Petak umpet adalah hal yang sering kami lakukan saat sore hari, malam minggu atau saat liburan sekolah. Dari sembunyi dibalik pohon, manjat pohon, disemak-semak, didalam tumpukan kayu-kayu, hingga yang cowok tukar pakaian agar yang jaga salah menebak (yang terakhir ini adalah cara curang agar tidak jaga, hahaha..)
Jamuran. Nah permainan satu ini sih seringnya pas mati lampu dimalam hari. Aku lupa apa saja jamu yang disebut. Yang paling aku ingat itu jamu *kendhil borot dan yang dapat jamu itu harus kencing, entah kebelet kencing atau enggak, yang pasti “harus” kencing..!! Bisa bayangin gimana rasanya?
*Kendhil dipakai orang jawa dulu untuk tempat air, terbuat dari tanah liat. Borot itu bahasa Indonesianya bocor. Jadi kendhil borot itu tempat air yang bocor.
Gembungan atau Boin. Permainan ini juga sama seringnya kami lakukan. Kalau saat jaga asyiknya bisa melempari kelompok yang menyusun pecahan genting. Tapi jangan keras-keras nanti jadinya malah nyanyi “Sakitnya tuh disini” sambil nunjuk anggota badan yang terkena bola tenis.
Lompat tali. Ya, mungkin semua kenal dengan permainan satu ini. Paling capek kalau jadi mbok-mbokan atau istilahnya induknya. Kalau anak-anaknya mati, induknya harus menggantikan bermain.
Jelajah kebun samping rumah bawa permen ala-ala film Sherina jaman dulu jelajah hutan. Dia pikir, dia yang paling hebat ~ (Eh malah nyanyi). Tapi kebun samping rumah ini memang masih cukup luas dan tak terawat, ya mirip hutan belantara gitu lah. Kalau sampai orang tua kami tau, jelas dimarahi, ya soalnya banyak nyamuknya.
Siang ini, kami duduk bersama, lutisan dan tertawa lepas mengenang itu semua. Permainan yang sudah lama tak kami lakukan sejak 8 tahun yang lalu. Menertawakan diri sendiri atau teman lain yang dulu melakukan tingkah konyol. Sungguh menyenangkan waktu yang kami habiskan bersama. Meski dahulu kami belum terlalu mengenal gadget,  tapi kami lebih hidup dan kami bahagia sempat memiliki kisah yang indah J

Rabu, 30 Juli 2014

Rasa Tak Pernah Salah

Stadion Manahan, Solo. Pukul empat sore. Terhitung sudah lima kali Rei mengitari stadion tersebut. Yang ada dalam benaknya hanya bagaimana caranya dia merasa lelah dan malam harinya lebih cepat tertidur. Naya, temannya, bingung melihat tingkah Rei yang tak biasa.
Naya lalu menghadang jalan Rei. “Reisha Mahardika, stop..!! Apa kamu gak capek?” tanya Naya. Naya mengamati wajah Rei, terlebih dia tahu bahwa mata Rei tak dapat berbohong ketika ada masalah mengganjal dihati dan pikirannya. “Apa yang kamu pikirkan Rei? Ceritalah sama aku,” sambung Naya.
Akhirnya Rei mengalah, dia hanya menunduk sepanjang jalan menuju trotoar. Sesampainya di trotoar Rei hanya diam dan mengamati wajah orang-orang yang berlalu lalang dihadapannya.
“Biarkan aku dulu. Nanti dirumah aku cerita sama kamu, trust me..!!”
Hanya dua kalimat itu yang terucap dari mulut Rei. Dan itu sudah membuat Naya lega, setidaknya Rei tak bungkam. Masih banyak pertanyaan yang membuat Naya penasaran apa yang terjadi dengan Rei, namun Naya tak mengajukannya. Dia tahu bahwa Rei hanya butuh menenangkan dirinya dulu.
Pukul lima sore. Mereka bergegas menuju parkiran motor dan pulang kerumah. Sesampainya dirumah, Rei ngeloyor ke kamar dan menelungkupkan wajahnya dibantal. Rasa sesak yang ada dihatinya akhirnya membuat bulir-bulir air dari celah matanya tak terasa menetes.
“Ya Allah, aku sadar apa yang sedang terjadi adalah kuasa-Mu. Dan alasan kenapa aku yang mendapatkan ujian ini adalah karena Engkau yakin bahwa aku kuat menjalani dan menerima semua ini. Aku berserah kepada-Mu,” kata Rei lirih.
Naya yang dari tadi berdiri dipintu kamar Rei dan tak sengaja mendengar kata-kata Rei tanpa sadar ikut menangis. Betapa beratnya yang dijalani Rei saat ini, setelah orang tuanya resmi bercerai, dia hanya tinggal bersamaku dirumah ini, aku bersyukur memiliki teman sebaik dia dan aku masih beruntung memiliki orang tua yang utuh meski tinggal di pedesaan jauh dariku, kata Naya dalam hati.
“Rei, mandilah dulu. Biar badan dan pikiranmu lebih segar. Setelah itu kita shalat Magrib bersama,” ajak Naya sembari mengusap air matanya. Dia tak ingin membuat Rei semakin bersedih.
“Iya Nay, bentar lagi aku mandi. Kamu mandi dulu aja, aku capek.”
Naya menarik kedua kaki Rei. “Apa perlu aku mandiin tuan putri?” canda Naya.
Ogah banget deh nenek sihir. Iya-iya aku mandi sekarang, nenek sihir cerewet..!” sahut Rei dengan mencubit pipi Naya.
“Aaaa...!!” pekik Naya kesakitan. “Sakit nih Rei, awas ya..!” ancamnya pada Rei. Naya tak terlalu khawatir lagi karena Rei sudah mulai jail, itu tandanya Rei sudah membaik.
Selepas shalat Isya’ mereka berdua mencari makan disekitar rumah. Bakso, adalah pilihan mereka. Penjualnya pun sudah hafal dengan mereka.
“Biasa pak..!” pinta Rei pada penjualnya. Maksudnya, dua mangkok bakso dan dua es teh manis seperti yang dipesan biasanya.
“Siap mbak..!” sahut penjual bakso itu sembari tersenyum melihat keduanya menuju meja kosong.
Mereka berdua makan dengan lahapnya, mungkin karena sorenya kelelahan mengitari stadion. Usai makan malam, mereka kembali kerumah. Dan disinilah Rei menjelaskan apa yang tengah mengusik pikirannya.
“Aku bingung Nay, ini ada kaitannya dengan Arya dan Dony” kata Rei saat mereka duduk berdua ditempat tidur Naya. Naya hanya memandang Rei dengan tatapan bingung. Apa yang terjadi antara Rei dengan kedua cowok itu.
“Kamu masih ingat kan sama Arya, Arya Mahendra? Lima bulan yang lalu, waktu itu kita bertemu dia dikampus tanpa sengaja, akhirnya aku dekat sama dia sampai saat ini. Memang dulu sempat ada kabar dari temen-temen kalau dia naksir aku, tapi aku cuek, cuma gosip aja pikirku. Lagipula saat itu kan aku pertama kali ngefans kakak tingkat, Syarief, manis, tinggi dan ramah. Tak disangka aku bisa deket sama Syarief. Jadi aku tak peduli ada yang deketin aku kan,”
“Tapi satu bulan yang lalu Arya kenalin Dony ke aku. Dony itu sahabat Arya. Kebetulan kita ketemu waktu aku jalan sama Arya. Kita tukeran pin bbm, dan malamnya Dony pasang fotoku di bbmnya. Mungkin dia pengen lihat reaksi Arya. Aku marah dan suruh Dony ganti, dia gak mau, buat ngerjain Arya katanya,”
“Dan tadi siang Dony bilang ke aku kalau dia suka sama aku. Selama ini aku dekat sama dia ya biasa, wajar-wajar aja, sebatas dia teman Arya. Tapi aku gak tau kenapa tiba-tiba dia bilang suka sama aku. Sejak awalpun aku gak tertarik karena niat dia awalnya cuma ngerjain Arya, jadi main-main aja menurutku.” Cerita Rei pada Naya dengan kepala menerawang memandang langit melalui jendela kamar Naya.
“Astaghfirullah.. Lalu apa jawabanmu ke Dony? Kamu suka Arya kan Rei?”
“Aku ya jawab apa adanya kalau aku gak suka dia Nay, mau gimana lagi. Meskipun dia bilang bakal nungguin aku sampai aku bisa buka hati buatnya. Dan masalah aku suka sama Arya atau gak, aku gak tau Nay, yang aku tau selama ini aku nyaman sama dia, itu aja.”
“Lalu seandainya Arya suka sama kamu, apa yang akan kamu lakuin Rei?”
Rei tersenyum memandang Naya. “Entah Nay, aku bingung, seandainya dia suka sama aku, aku harus menerimanya atau melepaskannya karena menyakiti Dony, aku gak tau. Mungkin suatu saat aku tau apa yang akan aku lakukan, tapi bukan sekarang.”
“Terserah sama kamu Rei” jawab Naya sembari memeluk Rei.
“Aku mau balik ke kamar aja, mau tidur mimpiin pangeran kodok nyium kamu Nay.” ledek Rei pada Nay.
“Reiii...!!! Hiii amit-amit deh. Kamu itu nyebelin gak ada habisnya, tau aku gak suka kodok juga. Dasar tembem..!!” gantian Naya yang meledek Rei.
“Waa, ngapain ikut-ikutan manggil itu sih nenek sihir..! Yang biasa manggil tembem kan Arya aja.” Gerutu Rei lalu berjalan menuju kamarnya.
Rei kembali ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya ditempat tidur. Dia teringat ada buku diary dikolong tempat tidurnya, lalu diambilnya dan dia berjalan menuju meja belajar. Menyalakan lampu meja belajar yang berwarna pink lucu serta memakai kacamata favoritnya itu.

Dony Bastian, sahabat Arya
Aku kenal dia dari Arya satu bulan yang lalu
Entah ada angin apa tiba-tiba dia bilang suka sama aku
Aku hanya menganggapnya sebatas teman, tak lebih
Dia bilang dia akan menungguku, aku menolak
Entahlah, aku bingung harus bagaimana
Suatu saat aku pasti tau jawabannya
Kapanpun itu

Rei membaca kembali apa yang telah ditulisnya tadi dan dia juga membalik halaman sebelumnya. Selembar bungkus permen berwarna biru jatuh ke lantai. Rei tersenyum dan mengambilnya dari lantai. Dia teringat pertemuannya dengan Arya.
“Rei, mau?” tanya Arya dengan menyodorkan permen berbungkus biru.
Nggaklah, lagi males makan permen, nanti ompong.” Canda Rei saat mereka akan pergi ke taman.
Arya manyun, permennya ditinggal begitu saja diruang tamu lalu ngeloyor menuju taman.
“Loh kok ngambek? Nih permennya. Kalo ngambek melulu nanti cepet tua lho..!” Kata Rei menyodorkan permen itu kembali ke Arya.
Tapi Arya tak menanggapi permennya. “Cepet tua tapi kamu suka aja lho..!”
Iddiiiihhh PD banget. Siapa juga yang suka.” Jawab Rei. Lalu mereka tertawa bersama.

Lalu Rei membaca catatan yang ada kenangan bungkus permen itu. Dicarinya dan ketemu.

Arya Mahendra, taman sore ini
Aku bercanda dan berbagi cerita dengannya
Dan di sore ini pula menikmati senja bersama
Tatapannya ketika berbicara
Perhatiannya
Senyumannya
Benar-benar tulus aku rasa

Setelah selesai membaca lembar tersebut. Rei menemukan jawaban. Bahwa dia menyukai Arya dan hal apa yang harus dia lakukan seandainya Arya juga menyukainya. Dia sudah mantab dengan jawaban yang ada dihatinya. Arya atau Dony, katanya dalam hati.
*****

Hari berganti hari. Rei tak lagi memikirkan hal yang telah terjadi. Yang ada dipikirannya adalah kuliah dan organisasi yang diikutinya. Kebetulan hampir ada event di organisasinya, yaitu pentas musik. Jadi Rei sedang sibuk-sibuknya mengurus acara tersebut, maklum karena dia bendaharanya.
“Rei, event-nya besok ya?”
“Iya Nay, ada apa? Kamu perlu wawancara sama ketua ya buat majalahmu?” jawab Rei melihat Naya membawa kertas, bolpoin dan alat rekam.
Yoii, tau aja kamu. By the way, ketuanya mana Rei?” tanya Naya yang celingukan gak jelas.
“Itu yang pakai kemeja merah didepan panggung, namanya Johan. Cari aja deh sana. Hati-hati jangan naksir, soalnya dia banyak yang naksir, kan dia kan tipemu banget, manis.” Goda Rei pada Naya
Kagak kok, santai” jawab Naya sambil mengedipkan sebelah mata dan berjalan menuju ketua acara.
Besok malamnya, acara pentas musik pun dimulai. Kedua gadis itu disibukkan dengan organisasi mereka. Rei disibukkan dengan event pentas musiknya dan Naya disibukkan dengan mewawancarai ketua dan pengunjung untuk majalah organisasinya. Naya mengikuti organisasi jurnalistik.
“Rei, aku sudah keren kan ya?” tanya Naya saat berdandan didepan kaca kamarnya.
“Tumben Nay? Biasanya kita cuek aja. Nih aku aja masih dengan gaya biasa. Kemeja, celana jeans dan sepatu kets.”
Naya manyun. “Ya sekali-sekali boleh lah dandan dikit, sapa tau nemu pangeran berkuda putih.”
“Adanya juga cowok bermotor putih Nay” kata Rei menggoda Naya. “Tunggu-tunggu, jangan bilang sang pangeranmu itu si Johan? Setauku sih dia pakai motor putih kalau ke kampus.” Sambung Rei penasaran.
Upss, ketahuan deh ya. Gak pernah bisa sembunyiin apapun dari kamu. Naksir aja sih, soalnya dia manis banget.” Jawab Naya sambil tertawa.
Ciiaaaatt, Nay sudah kuduga. Dia tipemu banget. Siap-siap perang dunia sama gadis-gadis lain dikampus ya..!” ledek Rei.
*****

Satu bulan kemudian. Siang itu Rei tak ada jadwal kuliah, daripada bengong akhirnya dia membuat puding didapur.
“Reeeeiiiiiiii.....!!” teriak Naya berlari menghampiri Rei. Wajahnya berseri-seri. “Coba tebak, ada apa?” sambungnya.
“Apa ya? Kamu naik jabatan di organisasi ya? Orang tuamu mau kesini?”
No.”
“Lalu apa? Biasanya yang buat kamu teriak itu kalau orang tuamu mau kesini atau saat kamu dapat kado ulang tahun dari mereka. Kan ini bukan ulang tahunmu Nay.” Jawab Rei.
“Aku sama Johan Rei. Tadi dia bilang suka sama aku, dan sekarang aku jalan sama dia.” Kata Naya penuh bahagia.
“Kamu serius? Johan ketuaku itu kan?”
Naya hanya menganggukkan kepala.
Ciyeee yang sekarang udah ada gandengan,” kata Rei lalu mengacak-acak rambut Naya. “Ditunggu makan-makannya..!” sambung Rei.
Tak terasa sudah dua minggu berlalu. Terkadang Rei sendirian, berdua dengan Naya seperti biasa atau bertiga dengan adanya Johan. Tapi semua itu sudah biasa. Dan kebetulan sore ini Rei dan Naya duduk dibangku taman dekat rumah mereka sepulang kuliah berdua.
“Rei, sudah lama kamu gak cerita soal ini ke aku. Gimana perasaanmu?” Tanya Naya penuh hati-hati.
Rei tersenyum memandang langit biru. “Aku baik-baik saja Nay. Tak ada yang berubah dengan perasaanku.” Jawabku tanpa ragu. Saat Rei ingin melanjutkan kata-katanya, ponselnya berdering. Ada panggilan masuk.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam. Ada apa mas?” jawab Rei.
“Kamu lagi apa Rei? Sibuk kah?”
Nggak kok mas, ini aku lagi santai aja sama Naya ditaman, memang kenapa?”
“Bisa ketemu gak? Aku pengen bicara sama kamu.”
“Ya sudah, kesini aja mas sekarang. Atau nanti malam juga gak apa dirumah, aku free gak ada kegiatan kampus.”
Oke, aku kerumahmu ya nanti malam.. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam,” Rei mendadak diam memandang langit. Rei kembali ragu, padahal dia sudah yakin dengan hati dan jawabannya. Naya bingung melihat tingkah Rei. “Rei, ada apa? Siapa yang akan menemuimu, Arya atau Dony?” tanya Naya.
“Arya Nay, mas Arya nanti malam kerumah.” Ucap Rei memandang Naya dengan tatapan bingung.
Rona jingga dilangit sore ini begitu indah. Rei jadi teringat ketika berdua menghabiskan senja bersama Arya. Sudah hampir Magrib, akhirnya keduanya kembali kerumah. Selepas mereka shalat Magrib, tak lama kemudian ada suara deru mobil didepan rumah. Itu pasti Arya, pikir Rei.
“Assalamu’alaikum” sapa orang dibalik pintu.
Naya lalu berdiri dan berjalan untuk membukakan pintu. “Wa’alaikumussalam. Mas Arya, nyari Rei ya?” tanya Naya basa-basi sembari tersenyum kecil.
“Iya Nay, tadi aku telepon Rei dan katanya dia ada dirumah. Rei ada kan Nay?”
Naya celingukan mencari Rei namun tak terlihat batang hidungnya. “Sebentar mas aku panggilin mungkin dia di kamar mandi. Masuk dulu mas,” kata Naya mempersilahkan Arya duduk diruang tamu dan bergegas mencari Rei.
Rei tersenyum melihat Arya duduk dikursi ruang tamu. “Hai bawel, ada apa?” tanya Rei pada Arya. Rei memang biasa memanggil Arya dengan sebutan “bawel” dan Arya sering memanggil Rei dengan sebutan “tembem”.
“Mbem, kamu kok jahat ya, aku ulang tahun bukannya diucapin kek, malah dicuekin dari kemarin.” Kata Arya dengan gaya sok manyun.
“Astaga, kamu ulang tahun? Aku bener-bener gak tau. Bawel, happy birthday and be better than ever..!!” ucap Rei kaget sekaligus senang bisa bilang secara langsung.
“Aamiin.. Makasih tembem, meskipun aku kecewa karena kamu bukan yang ucapin pertama kali, tapi tak apalah yang penting mana kadonya?” jawabnya diikuti tawa kita berdua. Namun setelah itu wajah Arya tiba-tiba berubah serius. “Sebenarnya ada hal lain yang aku pengen bicarain sama kamu, Rei.”
Kening Rei mengkerut. “Memangnya ada apa mas? Kok kayaknya serius gitu.” Selidik Rei.
“Aku suka sama kamu,” Jawabnya dengan tatapan penuh harap. “Sebenarnya gimana perasaanmu ke aku? Jujur Rei.”
“Mas, kalau disuruh jujur ya perasaan kita sama.” Jawab Rei menunduk.
“Makasih Rei, kamu sudah milih aku.” Senyum tulus mengembang diwajah Arya.
Rei membalas senyum Arya. “Tapi kita gak bisa bersama kan mas, aku kasihan sama mas Dony. Aku gak mau nyakitin dia lebih dari ini.” Jawab Rei. “Tapi kita masih bisa berteman baik seperti biasa kan?”
Arya mengangguk. “Aku tau Rei, itu sebabnya aku kesini. Aku cuma mastiin perasaanmu aja. Makasih ya Rei untuk perasaanmu dan untuk kamu yang udah mau ikut jaga persahabatanku sama Dony. Bagiku Dony bukan lagi orang lain, dia sudah seperti saudaraku. Seandainya Dony gak suka kamu, pasti aku sudah jujur tentang perasaanku ini dari dulu.”
Makasih juga mas untuk semuanya. Aku juga banyak belajar dari kalian berdua. Mungkin memang lebih baik seperti ini. Perasaan suka itu bukan suatu keegoisan untuk saling memiliki. Suka itu kan gak memaksa.” Jawabku sembari tersenyum.

Akhirnya Arya dan Rei memilih untuk tidak bersama. Bagi mereka perasaan suka tidak harus saling bersama. Mereka memutuskan untuk tetap berteman baik. Dengan begitu, tidak akan ada lagi salah paham dan perpecahan didalam persahabatan Arya dan Dony. “Rasa tak pernah salah, hanya waktunya yang kurang tepat dan akhirnya memberikan suatu pelajaran berarti untuk kita.”

Rabu, 11 Juni 2014

Tetap ikhlas dan tersenyum

Saat itu aku sedang mengantarkan saudara sepupuku pergi ke ATM dekat kampusku. Di situ ada sepasang suami-istri selesai mengambil uang dari ATM di situ pula. Di saat dimintai uang parkir, sang pria mngeluarkan dompet dan memberikan uang Rp 50.000 tanpa mencari uang receh dulu.
Bapak tukang parkirnya bingung karena tidak memiliki kembalian, akhirnya uang tersebut di kembalikan kepada pemiliknya sembari beliau tersenyum dan berkata, "maaf mas saya tidak punya kembalian, lebih baik dibawa saja". Beliau lalu meniup peluit dan membantu sepasang suami-istri itu menyebrang jalan.
Setelah itu beliau mendekatiku, lalu berbagi cerita denganku. Salah satu yang aku sangat ingat saat beliau berkata "Ya beginilah mbak kalau bagian parkir malam, kadang sepi kadang ramai, kadang di bayar kadang tidak, setidaknya tetap bersyukur karena parkir malam tidak membayar setoran".

Tak banyak yang aku tau tentang beliau, namun perkataannya tersimpan jelas di ingatanku. J

Rabu, 05 Maret 2014

Berbagi Nasi

“Berbagi nasi”. Awalnya terdengar aneh menurutku, namun ternyata aku malah belajar banyak hal dari sana.
Berbagi nasi itu sendiri adalah suatu komunitas yang tergerak hatinya untuk membantu sesama disekelilingnya dengan cara membagikan nasi bungkus, terutama orang – orang yang tidur di emperan toko, pemulung atau semacamnya yang masih bekerja hingga larut dan terakhir untuk tukang becak yang masih mangkal. Komunitas ini pun hampir disetiap kota besar ada.